THE ART WAR of SUN TZU
Suatu ketika, Sun Tzu (seorang ahli strategi militer) ingin mengabdikan diri pada Raja Helu di Negeri Wu. Sun Tzu berbekal catatan teori perang yang ia tulis dalam bilah-bilah bambu. Karena penasaran, Helu ingin menguji tesis yang ia tulis dalam 13 bab tersebut. Pagi-pagi sekali, Helu menantang Sun Tzu untuk melatih selir-selirnya beberapa gerakan dasar baris-berbaris. Targetnya jelas, sebelum siang tengah hari, seluruh selir harus mampu baris-berbaris. Sementara, perdana menteri memanggil selir-selir raja. Luar biasa, bukan 3 atau 9 saja. Helu memiliki 180 selir!. Segera Sun Tzu menawarkan aturan main, "Selama latihan, prajurit adalah tanggungjawab jenderal dan tak satupun pimpinan lain boleh turut campur!" Helu pun menyanggupi syarat kecil ini.
Sun Tzu mulai membagi mereka dalam 2 kelompok. Sayap kiri dan kanan. Kemudian, Sun Tzu memilih masing-masing 1 selir favorit Helu dari tiap kelompok untuk jadi komandan lapangan (mungkin seperti Raisa dan Melody :) Ia panggil keduanya untuk mendapat instruksi. Sederhananya, jika mendengar genderang ditabuh sekali, maka hadaplah ke kiri. Jika ditabuh dua kali, hadaplah ke kanan. Jika ditabuh terus-menerus, berputarlah seiring jarum jam. "Anda mengerti?!" tanya Sun Tzu. Dengan senyum genitnya, mereka menjawab, "Mengerti tuan". Sun Tzu melanjutkan, "Jika gagal, kepala kalian taruhannya!" Mereka kembali ke depan barisan dan mulai untuk memimpin kelompokknya.
Sun Tzu mulai menabuh genderang pertama dan... tidak berhasil. Selir-selir hanya tertawa dan bersenda gurau melihat kelucuan satu sama lain. Yah, maklum saja, keahlian mereka "melayani" raja, bukan baris-berbaris. Helu terlihat bahagia melihat parodi ini sambil menyindir, "Sudah, hentikan saja permainan ini". Sekali lagi Sun Tzu memanggil kedua selir sambil berkata pada raja, "Jika pasukan tidak tertib, mungkin perintah saya sebagai jenderal tidak jelas. Saya akan ulangi prosedur ini" Sekali lagi Sun Tzu memberi instruksi yang sama pada kedua selir. Ia sekali lagi menegaskan dengan nada keras, "Jika kalian main-main, kepala kalian akan dipenggal! Mengerti!?" "Mengerti tuan", jawab kedua selir sambil kembali menempati posisi.
Kedua kalinya, Sun Tzu menabuh genderang pertama dan... masih saja tidak berhasil! Tawa dan canda selir makin menjadi-jadi. Raja dan beberapa menteri makin terhibur bak menonton opera van java versi live. Di tegah kericuhan tawa, Sun Tzu berteriak sambil mengeluarkan perintah "PENGAWAL... PANCUNG KEPALA MEREKA (baca: kedua selir)!!!" Sejenak, suasana jadi mencekam, seolah dewa pencabut nyawa sedang dibangunkan. Semua terdiam. Helu berdiri dan angkat bicara, "Hentikan latihan ini! Bukannya ini hanya main-main saja!? Mereka bukan prajurit perang." Sambil menebaskan jubahnya, Sun Tzu memandang tajam raja sambil berkata, "Pelatihan pasukan tidak boleh main-main. Perang menyangkut nasib dan nyawa rakyat! Prosedur latihan harus dilaksanakan menyeluruh jika ingin melihat efektivitas teori perang, termasuk pemberian sanksi. Kedua, seperti kesepakatan awal kita, bahwa dalam urusan lapangan, raja sekalipun tidak boleh turut campur! Tunjukkan integritas raja!" Tak berkutik, Helu kembali duduk lemas melihat proses pemancungan kedua selir kesayangannya.
Sesi ketiga dimulai. Sun Tzu memilih acak 2 orang selir lain untuk menjadi komandan pengganti. Ia memberikan instruksi yang sama dan ancaman sanksi/ konsekuensi yang sama. Genderang pertama ditabuh, kedua, dan berikutnya. Luar biasa, seluruh selir bergerak mengikuti instruksi dengan tertib. Tak satupun berani melawan. Dalam hati, Helu sangat tertegun dan takjub dengan kehebatan Sun Tzu. Sejak itu, Sun Tzu diangkat sebagai jenderal besar Negeri Wu dan konon tidak pernah kalah dalam perang dan pertempuran. Teori dan catatan perang itu dikenal dengan Seni Perang Sun Tzu (atau Sun Zi).
Saya mencatat 5 prinsip dasar kepemimpinan yang hebat dari kejadian ini:
1. Integritas
Integritas adalah kesesuaian ucapan dengan tindakan. Sun Tzu mengingatkan peran integritas pada Helu dengan tegas. Tanpa integritas, latihan tersebut tidak akan berhasil. Demikian pula Sun Tzu memegang integritasnya dengan tegas menajalankan hukuman pada selir. Seorang pemimpin tanpa integritas tidak akan pernah menjadi pemimpin yang baik karena ia hanya menjadi pendusta. Sebaliknya, integritas ditambah ketulusan dan kasih akan menciptakan rasa saling percaya yang membuat pasukan rela berkorban untuk pemimpin dan perusahaan.
2. Tujuan harus spesifik
Sun Tzu memiliki tujuan yang jelas, sebelum tengah hari, seluruh selir harus mampu melakukan gerakan dasar baris-berbaris. Tujuan akan menggerakkan orang. Tanpa target, tujuan, dan roadmap yang jelas, sebuah organisasi akan menjadai kacau karena setiap orang di dalamnya akan menciptakan tujuannya masing-masing, yang seringkali adalah tujuan pribadi. Selain itu, kemampuan menyatukan visi dan tujuan juga menjadi syarat mutlak seorang pemimpin, dan ini membutuhkan kemampuan komunikasi dan persuasi yang baik.
3. Aturan main yang jelas
Prosedur yang diberikan Sun Tzu sangat jelas, bahkan ia beberapa kali mengulanginya. Begitupula aturan main dengan pihak raja. Selain tujuan, aturan main atau prosedur kerja yang tidak jelas akan meningkatkan pemborosan atau mengurangi produktivitas. Job desc, SOP, dan sistem kendali perlu dirancang dengan jelas. Jika tidak, setiap saat pemimpin akan terpaksa sibuk mengurusi urusan teknis yang kacau dan tidak punya cukup waktu berpikir strategis. Dan yang lebih penting, aturan organisasi harus dibuat untuk kepentingan seluruh anggota.
4. Pemberdayaan orang kunci
Pertanyaan penting dari kejadian tersebut adalah, mengapa Sun Tzu memilih selir favorit raja? Ini adalah bentuk menajemen tipping point. Sebuah seni memilih orang kunci yang dianggap akan memiliki pengaruh besar terhadap sebuah kelompok. Coba bayangkan perasaan selir lain ketika mengetahui selir kesayangan saja dibiarkan mati terpenggal, tentu lebih mudah lagi menghukum selir yang bukan favorit. Seringkali pemimpin bukan datang dari jabatan formal. Kemampuan pemimpin formal untuk mengambil hati dan mengendalikan pemimpin informal (tipping point person), akan memudahkan proses pengendalian. Utamanya, pemilihan orang kunci harus berdasarkan kompetensi, bukan nepotisme atau perasaan balas budi.
5. Ketegasan
Sikap Sun Tzu terkesan kejam. Namun, pada saat itu, hukuman demikian dianggap wajar. Setiap zaman dan daerah tentu memiliki batas sanksi masing-masing. Namun prinsipnya, setiap sanksi harus dilakukan dengan tegas. Ketegasan memerlukan keberanian. Keberanian akan tercipta jika kita menjadi manusia yang bebas dan tidak terikat. Masalahnya, seringkali ketakutan kehilangan jabatan, uang, pengakuan atau merasa berhutang budi menjadi penghalang pemimpin untuk menjadi tegas. Selama penghalang ini mengikat, seseorang tidak akan pernah mampu menjadi pemimpin yang tegas. Seperti pepatah bijak, hanya orang yang bebas yang bisa ke surga.
Label: leadership